Senin, 04 April 2011

Anti Monopoli dan kepailitan

Anti Monopoli dan Kepailitan
“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar.

Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU No.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli. Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi atau pemasaran atas barang atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.

A. Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Asas Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.

B. Kegiatan yang dilarang dalan antimonopoly
Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya

C. Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-Undang Anti Monopoli . Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :

(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri

Perjanjian yang dilarang penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan

– Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada.

– Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan/Badan Usaha baru.

– Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham atau aset Perseroan/Badan Usaha.

Terdapat sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan dari aturan UU No. 5/1999 (sebagaimana diatur di pasal 50 dan 51 UU No.5/1999). Sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan tersebut berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya karena dimungkinkan munculnya penafsiran yang berbeda-beda antara pelaku usaha dan KPPU tentang bagaimana seharusnya melaksanakan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut tanpa melanggar UU No. 5/1999. Bisa jadi suatu perjanjian atau suatu kegiatan usaha dianggap masuk dalam kategori pasal 50 UU No. 5/1999 oleh pelaku usaha, tetapi justru dianggap melanggar undang-undang oleh KPPU.

D. Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :

(1) Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang terdiri dari :
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri

(2) Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
(a) Monopoli
(b) Monopsoni
(c) Penguasaan pasar
(d) Persekongkolan
(3) Posisi dominan, yang meliputi :
(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
(d) Jabatan rangkap
(e) Pemilikan saham
(f) Merger, akuisisi, konsolidasi

E. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
KPPU adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:

1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi atau pemasaran barang atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.

2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.

3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.

Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
3. Efisiensi alokasi sumber daya alam
4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan
F. Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha

Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan. (3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan. Pasal 49 Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.


Pengertian (Definisi) Kepailitan

Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya. Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan pemerintah.

Dari sudut sejarah hukum, undang-undang kepailitan pada mulanya bertujuan untuk melindungi para kreditur dengan memberikan jalan yang jelas dan pasti untuk menyelesaikan utang yang tidak dapat dibayar.

2. Peraturan Perundangan tentang Kepailitan

Sejarah perundang-undangan kepailitan di Indonesia telah dimulai hampir 100 tahun yang lalu yakni sejak 1906, sejak berlakunya “Verordening op het Faillissement en Surceance van Betaling voor de European inIndonesia ” sebagaimana dimuat dalam Staatblads 1905 No. 217 jo. Staatblads 1906 No. 348 Faillissementsverordening. Dalam tahun 1960-an, 1970-an secara relatip masih banyak perkara kepailitan yang diajukan kepada Pengadilan Negeri di seluruhIndonesia, namun sejak 1980-an hampir tidak ada perkara kepailitan yang diajukan ke Pengadilan negeri. Tahun 1997 krisis moneter melanda Indonesia, banyak utang tidak dibayar lunas meski sudah ditagih, sehingga timbul pikiran untuk membangunkan proses kepailitan dengan cara memperbaiki perundang-undangan di bidang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang atau biasanya disingkat PKPU.

Pada tanggal 20 April 1998 pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan yang kemudian telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat menjadi Undang-Undang, yaitu Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan tanggal 9 september 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 nomor 135).

Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tersebut bukanlah mengganti peraturan kepailitan yang berlaku, yaitu Faillissements Verordening Staatsblad tahun 1905 No. 217 juncto Staatblads tahun 1906 No. 308, tetapi sekedar mengubah dan menambah.

Dengan diundangkannya Perpu No. 1 tahun 1998 tersebut, yang kemudian disahkan oleh DPR dengan mengundangkan Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tersebut, maka tiba-tiba Peraturan Kepailitan (Faillissements Verordening S. 1905 No. 217 jo S. 1906 No. 348) yang praktis sejak lama sudah tidak beroperasi lagi, menjadi hidup kembali. Sejak itu, pengajuan permohonan-permohonan pernyataan pailit mulai mengalir ke Pengadilan Niaga dan bermunculanlah berbagai putusan pengadilan mengenai perkara kepailitan.

3. Tujuan utama kepailitan

adalah untuk melakukan pembagian antara para kreditur atas kekayaan debitur oleh kurator. Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak masing-masing.

4. Lembaga kepailitan

Pada dasarnya merupakan suatu lembaga yang memberikan suatu solusi terhadap para pihak apabila debitur dalam keadaan berhenti membayar/tidak mampu membayar.
Lembaga kepailitan pada dasarnya mempunyai dua fungsi sekaligus, yaitu:
kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada kreditur bahwa debitur tidak akan berbuat curang, dan tetap bertanggung jawab terhadap semua hutang-hutangnya kepada semua kreditur.
kepailitan sebagai lembaga yang juga memberi perlindungan kepada debitur terhadap kemungkinan eksekusi massal oleh kreditur-krediturnya. Jadi keberadaan ketentuan tentang kepailitan baik sebagai suatu lembaga atau sebagai suatu upaya hukum khusus merupakan satu rangkaian konsep yang taat asas sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata.

5. Para Pihak yang dapat mengajukan kepailitan yaitu:

• atas permohonan debitur sendiri
• atas permintaan seorang atau lebih kreditur
• Oleh kejaksaan atas kepentingan umum
• Bank Indonesia dalam hal debitur merupakan lembaga bank
• oleh Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitur merupakan perusahaan efek.


6.Syarat Yuridis untuk kepailitan adalah :

1. Adanya hutang
2. Minimal satu hutang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih
3. Adanya debitur
4. Adanya kreditur (lebih dari satu)
5. Permohonan peryataan pailit
6. Pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga

7.Adapun para pihak yang dapat melakukan permintaan kepailitan adalah :

1. Debitur
2. Kreditur
3. Kejaksaan demi kepentingan umum
4. Bank Indonesia
5. Badan Pengawas Pasar Modal



8.Langkah-langkah yang ada dalam kepailitan ada 9 langkah, yaitu :

Permohonan pailit, syarat permohonan pailit telah diatur dalam UU No. 4 Tahun 1998, seperti apa yang telah ditulis diatas. Keputusan pailit berkekuatan tetap, jangka waktu permohonan pailit sampai sampai keputusan pailit berkekuatan tetap adalah 90 hari. Rapat verifikasi, adalah rapat pendaftaran utang-piutang, pada langkah ini dilakukan pendataan berapa jumlah utang dan piutangyang dimiliki oleh debitur. Verifikasi utang merupakan tahap yang paling penting dalam kepailitan karena akan ditentukan urutan pertimbangan hak dari masing-masing kreditur. Rapat verifikasi dipimpin oleh hakim pengawas dan dihadiri oleh : (a) Panitera (sebagai pencatat), (b) Debitur (tidak boleh diwakilkan karena nanti debitur harus menjelaskan kalau nanti terjadi perbedaan pendapat tentang jumlah tagihan, (c) Kreditur atau kuasanya (jika berhalangan untuk hadir tidak apa-apa, nantinya mengikuti hasil rapat), (d) Kurator (harus hadir karena merupakan pengelola aset).

Perdamaian, jika perdamaian diterima maka proses kepailitan berakhir, jika tidak maka akan dilanjutkan ke proses selanjutnya. Proses perdamaian selalu diupayakan dan diagendakan. Ada beberapa perbedaan antara perdamaian yang terjadi dalam proses kepailitan dengan perdamaian yang biasa. Perdamaian dalam proses kepailitan meliputi :
(a) mengikat semua kreditur kecuali kreditur separatis, karena kreditur separatis telah dijamin tersendiri dengan benda jaminan yang terpisah dengan harta pailit umumnya.
(b) terikat formalitas,
(c) ratifikasi dalam sidang homologasi,
(d) jika pengadilan niaga menolak adanya hukum kasasi,
(e) ada kekuatan eksekutorial,
apa yang tertera dalam perdamaian, pelaksanaanya dapat dilakukan secara paksa.
Tahap-tahap dalamproses perdamaian antara lain :
(a) pengajuan usul perdamaian,
(b) pengumuman usulan perdamaian,
(c) rapat pengambilan keputusan,
(d) sidang homologasi,
(e) upaya hukum kasasi,
(f) rehabilitasi.
Homologasi akur, yaitu permintaan pengesahan oleh Pengadilan Niaga, jika proses perdamaian diterima.
Insolvensi, yaitu suatu keadaan dimana debitur dinyatakan benar-benar tidak mampu membayar, atau dengan kata lain harta debitur lebih sedikit jumlahnya dengan hutangnya. Hal tentang insolvensi ini sangat menentukan nasib debitur, apakah akan ada eksekusi atau terjadi restrukturisasi hutang dengan damai. Saat terjadinya insolvensi (pasal 178 UUK) yaitu:
(a) saat verifikasi tidak ditawarkan perdamaian,
(b) penawaran perdamaian ditolak,
(c) pengesahan perdamaian ditolak oleh hakim.
Dengan adanya insolvensi maka harta pailit segera dieksekusi dan dibagi kepada para kreditur.
Pemberesan/likuidasi, yaitu ppenjualan harta kekayaan debitur pailit, yang dibagikan kepad kreditur konkuren, setelah dikurangi biaya-biaya.
Rehabilitasi, yaitu suatu usaha pemulihan nama baik kreditur, akan tetapi dengan catatan jika proses perdamaian diterima, karena jika perdamaian ditolak maka rehabilitasi tidak ada.
Syarat rehabilitsi adalah : telah terjadi perdamaian, telah terjadi pembayaran utang secara penuh.
Kepailitan berakhir.
http://adhambarker.blogspot.com/2011/02/anti-monopoli-dan-kepailitan.html
"Anti Monopoli & Kepailitan"
“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.

A. Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha
- Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
- Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
B. Kegiatan yang dilarang dalam antimonopoli

Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya
C. Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.
Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-Undang Anti Monopoli . Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :
a. Oligopoli
b. Penetapan Harga
c. Pembagian Wilayah
d. Pemboikotan
e. Kartel
f. Trust
g. Oligopsoni
h. Investigasi verrtical
i. Perjanjia tertutup
j. Perjanjian dengan pihak luar merger

Perjanjian yang dilarang meliputi
- Penggabungan,
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan beralih karena hukum kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima Penggabungan dan selanjutnya Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
- Peleburan,
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan/Badan Usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri dan Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
- Pengambilalihan,
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau aset Perseroan/Badan Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan/Badan Usaha tersebut.
D. Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut ;
Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari:

a. Oligopoli
b. Penetapan Harga
c. Pembagian Wilayah
d. Pemboikotan
e. Kartel
f. Trust
g. Oligopsoni
h. Investigasi verrtical
i. Perjanjia tertutup
j. Perjanjian dengan pihak luar merger
Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Monopoli
b. Monopsoni
c. Penguasaan pasar
d. Persekongkolan
Posisi dominan, yang meliputi:
a. Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
b. Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
c. Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
d. Jabatan rangkap
e. Pemilikan saham
f. Merger, akuisisi, konsolidasi

pasar modal

PASAR MODAL
Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya.
Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrumen derivatif seperti option, futures, dan lain-lain.
Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”.
Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrument keuangan seperti saham, obligasi, reksa dana, dan lain-lain. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing instrument.
http://www2.idx.co.id/MainMenu/Education/MengenalPasarModal/tabid/137/lang/id-ID/language/id-ID/Default.aspx

Pengertian Pasar Modal
Manajemen Investasi. Menurut Husnan (2003) adalah pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjual-belikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta. Menurut Usman (1990:62), umumnya surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal dapat dibedakan menjadi surat berharga bersifat hutang dan surat berharga yang bersifat pemilikan. Surat berharga yang bersifat hutang umumnya dikenal nama obligasi dan surat berharga yang bersifat pemilikan dikenal dengan nama saham. Lebih jauh dapat juga didefinisikan bahwa obligasi adalah bukti pengakuan hutang dari perusahaan, sedangkan saham adalah bukti penyertaan dari perusahaan.
Pengertian pasar modal secara umum adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Dalam arti sempit, pasar modal adalah suatu pasar (tempat, berupa gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, obligasi-obligasi, dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara pedagang efek (Sunariyah, 2000 : 4). Dilihat dari pengertian akan pasar modal diatas, maka jelaslah bahwa pasar modal juga merupakan salah satu cara bagi perusahaan dalam mencari dana dengan menjual hak kepemilikkan perusahaan kepada masyarakat.

Investasi dan Pelaku Pasar Modal
Dewasa ini telah dikembangkan suatu model dalam pengambilan keputusan tentang usul investasi yang berada dalam suatu portofolio, dimana proyek baru yang diusulkan itu dikaitkan dengan proyek-proyek lainnya yang ada dalam suatu perusahaan.
Proyek-proyek investasi itu mempunyai risiko yang tidak independent Awat (1999 : 276).
Harapan keuntungan suatu portofolio adalah rata-rata tertimbang dari harapan keuntungan surat berharga yang diperbandingkan dalam portofolio tersebut. Para pemain utama yang terlibat di pasar modal dan lembaga penunjang yang terlibat langsung dalam proses transaksi antara pemain utama sebagai berikut Kasmir(2001 : 183-189) :
1. Emiten. Perusahaan yang akan melakukan penjualan surat-surat berharga atau melakukan emisi di bursa (disebut emiten). Dalam melakukan emisi, para emiten memiliki berbagai tujuan dan hal ini biasanya sudah tertuang dalam rapat umum pemegang saham (RUPS), antara lain :
a. Perluasan usaha, modal yang diperoleh dari para investor akan digunakan untuk meluaskan bidang usaha, perluasan pasar atau kapasitas produksi.
b. Memperbaiki struktur modal, menyeimbangkan antara modal sendiri dengan modal asing.
c. Mengadakan pengalihan pemegang saham. Pengalihan dari pemegang saham lama kepada pemegang saham baru.
2. Investor. Pemodal yang akan membeli atau menanamkan modalnya di perusahaan yang melakukan emisi (disebut investor). Sebelum membeli surat berharga yang ditawarkan, investor biasanya melakukan penelitian dan analisis tertentu. Penelitian ini mencakup bonafiditas perusahaan, prospek usaha emiten dan analisis lainnya.
Tujuan utama para investor dalam pasar modal antara lain :
a. Memperoleh deviden. Ditujukan kepada keuntungan yang akan diperolehnya berupa bunga yang dibayar oleh emiten dalam bentuk deviden.
b. Kepemilikan perusahaan. Semakin banyak saham yang dimiliki maka semakin besar pengusahaan (menguasai) perusahaan.
c. Berdagang. Saham dijual kembali pada saat harga tinggi, pengharapannya adalah pada saham yang benar-benar dapat menaikkan keuntungannya dari jual beli sahamnya.

3 Lembaga Penunjang. Fungsi lembaga penunjang ini antara lain turut serta mendukung beroperasinya pasar modal, sehingga mempermudah baik emiten maupun investor dalam melakukan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pasar modal. Lembaga penunjang yang memegang peranan penting di dalam mekanisme pasar modal adalah sebagai berikut :
d. Penjamin emisi (underwriter). Lembaga yang menjamin terjualnya saham/obligasi sampai batas waktu tertentu dan dapat memperoleh dana yang diinginkan emiten.
e. Perantara perdagangan efek (broker / pialang). Perantaraan dalam jual beli efek, yaitu perantara antara si penjual (emiten) dengan si pembeli (investor). Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh broker antara lain meliputi :
1) Memberikan informasi tentang emiten
2) Melakukan penjualan efek kepada investor
f. Perdagangan efek (dealer), berfungsi sebagai :
1) Pedagang dalam jual beli efek
2) Sebagai perantara dalam jual beli efek
g. Penanggung (guarantor). Lembaga penengah antara si pemberi kepercayaan dengan si penerima kepercayaan. Lembaga yang dipercaya oleh investor sebelum menanamkan dananya.
h. Wali amanat (trustee). Jasa wali amanat diperlukan sebagai wali dari si pemberi amanat (investor). Kegiatan wali amanat meliputi :
1) Menilai kekayaan emiten
2) Menganalisis kemampuan emiten
3) Melakukan pengawasan dan perkembangan emiten
4) Memberi nasehat kepada para investor dalam hal yang berkaitan dengan emiten
5) Memonitor pembayaran bunga dan pokok obligasi
6) Bertindak sebagai agen pembayaran
i. Perusahaan surat berharga (securities company). Mengkhususkan diri dalam perdagangan surat berharga yang tercatat di bursa efek. Kegiatan perusahaan surat berharga antara lain :
1) Sebagai pedagang efek
2) Penjamin emisi
3) Perantara perdagangan efek
4) Pengelola dana
j. Perusahaan pengelola dana (investment company). Mengelola surat-surat berharga yang akan menguntungkan sesuai dengan keinginan investor, terdiri dari 2 unit yaitu sebagai pengelola dana dan penyimpan dana.
k. Kantor administrasi efek. Kantor yang membantu para emiten maupun investor dalam rangka memperlancar administrasinya.
1) Membantu emiten dalam rangka emisi
2) Melaksanakan kegiatan menyimpan dan pengalihan hak atas saham para investor
3) Membantu menyusun daftar pemegang saham
4) Mempersiapkan koresponden emiten kepada para pemegang saham
5) Membuat laporan-laporan yang diperlukan

Jenis dan Fungsi Pasar Modal
Pasar modal dibedakan menjadi 2 yaitu pasar perdana dan pasar sekunder :
1. Pasar Perdana ( Primary Market )
Pasar Perdana adalah penawaran saham pertama kali dari emiten kepada para pemodal selama waktu yang ditetapkan oleh pihak penerbit (issuer) sebelum saham tersebut belum diperdagangkan di pasar sekunder. Biasanya dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 6 hari kerja. Harga saham di pasar perdana ditetukan oleh penjamin emisi dan perusahaan yang go public berdasarkan analisis fundamental perusahaan yang bersangkutan.
Dalam pasar perdana, perusahaan akan memperoleh dana yang diperlukan. Perusahaan dapat menggunakan dana hasil emisi untuk mengembangkan dan memperluas barang modal untuk memproduksi barang dan jasa. Selain itu dapat juga digunakan untuk melunasi hutang dan memperbaiki struktur pemodalan usaha. Harga saham pasar perdana tetap, pihak yang berwenang adalah penjamin emisi dan pialang, tidak dikenakan komisi dengan pemesanan yang dilakukan melalui agen penjualan.
2. Pasar Sekunder ( Secondary Market )
Pasar sekunder adalah tempat terjadinya transaksi jual-beli saham diantara investor
setelah melewati masa penawaran saham di pasar perdana, dalam waktu selambat-lambatnya 90 hari setelah ijin emisi diberikan maka efek tersebut harus dicatatkan di bursa.
Dengan adanya pasar sekunder para investor dapat membeli dan menjual efek setiap saat. Sedangkan manfaat bagi perusahaan, pasar sekunder berguna sebagai tempat untuk menghimpun investor lembaga dan perseorangan.
Harga saham pasar sekunder berfluktuasi sesuai dengan ekspetasi pasar, pihak yang berwenang adalah pialang, adanya beban komisi untuk penjualan dan pembelian, pemesanannya dilakukan melalui anggota bursa, jangka waktunya tidak terbatas. Tempat terjadinya pasar sekunder di dua tempat, yaitu:
1.Bursa reguler
Bursa reguler adalah bursa efek resmi seperti Bursa Efek Jakarta (BEJ), dan Bursa Efek Surabaya (BES)
2.Bursa paralel
Bursa paralel atau over the counter adalah suatu sistem perdagangan efek yang terorganisir di luar bursa efek resmi, dengan bentuk pasar sekunder yang diatur dan
diselenggarakan oleh Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE), diawasi dan dibina oleh Bapepam. Over the counter karena pertemuan antara penjual dan pembeli tidak dilakukan di suatu tempat tertentu tetapi tersebar diantara kantor para broker atau dealer.

Fungsi Pasar Modal
Tempat bertemunya pihak yang memiliki dana lebih (lender) dengan pihak yang memerlukan dana jangka panjang tersebut (borrower). Pasar modal mempunyai dua fungsi yaitu ekonomi dan keuangan. Di dalam ekonomi, pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari lender ke borrower.
Dengan menginvestasikan dananya lender mengharapkan adanya imbalan atau return dari penyerahan dana tersebut. Sedangkan bagi borrower, adanya dana dari luar dapat digunakan untuk usaha pengembangan usahanya tanpa menunggu dana dari hasil operasi
perusahaannya. Di dalam keuangan, dengan cara menyediakan dana yang diperlukan oleh borrower dan para lender tanpa harus terlibat langsung dalam kepemilikan aktiva riil
Labels: Manajemen Investasi, Manajemen Keuangan
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/pasar-modal-definisi-pelaku-jenis-dan.html

kekayaann intelektual

KEKAYAAN INTELEKTUAL
Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya[1]. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya.[2] Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.
Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia.[4] Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia [5] Sistem HKI merupakan hak privat (private rights). Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang diberikan Negara kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas) nya dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar. Disamping itu sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi [6]
Teori Hak Kekayaan Intelektual
Teori Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sangat dipengaruhi oleh pemikiran John Locke tentang hak milik. Dalam bukunya, Locke mengatakan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia lahir. Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualitas manusia[7]
Sejarah Perkembangan Sistem Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
• Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek tahun 1885, Undang-undang Paten tahun 1910, dan UU Hak Cipta tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi angota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota Berne Convention for the Protection of Literaty and Artistic Works sejak tahun 1914. Pada jaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda
• Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
• Pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan UU No.21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial Belanda. UU No 21 Tahun 1961 mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek ini untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan.
• 10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden No. 24 tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
• Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta tahun 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
• Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era moderen sistem HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui keputusan No.34/1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34) Tugas utama Tim Keppres adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan intansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas.
• 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No.7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
• Tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden RI No.32 ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan, Departemen Kehakiman.
• Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991.
• 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, yang mulai berlaku 1 April 1993. UU ini menggantikan UU Merek tahun 1961.
• Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS).
• Tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek 1992.
• Akhir tahun 2000, disahkan tiga UU baru dibidang HKI yaitu : (1) UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, dan UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
• Untuk menyelaraskan dengan Persetujuan TRIPS (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) pemerintah Indonesia mengesahkan UU No 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No 15 tahun 2001 tentang Merek, Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002, disahkan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak di undangkannya.
• Pada tahun 2000 pula disahkan UU No 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan mulai berlaku efektif sejak tahun 2004.
Ruang Lingkup HKI
Secara garis besar HKI dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Hak Cipta (Copyrights)
2. Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights), yang mencakup :
• Paten (Patent)
• Desain Industri (Industrial Design)
• Merek (Trademark)
• Penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition)
• Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit)
• Rahasia dagang (Trade secret)
• Perlindungan Varietas Tanaman (Plant Variety Protection)
Sifat Hukum HKI
Hukum yang mengatur HKI bersifat teritorial, pendaftaran ataupun penegakan HKI harus dilakukan secara terpisah di masing-masing yurisdiksi bersangkutan. HKI yang dilindungi di Indonesia adalah HKI yang sudah didaftarkan di Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekayaan_intelektual

surat-surat berharga

SURAT-SURAT BERHARGA
Surat-surat berharga dapat meliputi Wesel, Obligasi, Saham, dan lain-lain.
Wesel
Wesel adalah suatu janji tertulis untuk membayar sejumlah uang tertantu di masa yang akan datang, dan mungkin timbul dari kegiatan penjualan, pembelanjaan, atau transaksi lainnya.
Utang wesel dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian, yaitu :
a. Utang wesel usaha
Utang wesel usaha yaitu utang yang timbul karena perolehan barang atau jasa secara kredit disertai dengan janji tertulis dari debitor untuk melunasi utangnya.
b. Utang wesel pinjaman
Utang wesel pinjaman yaitu utang yang timbul dari kegiatan pinjaman yang disertai janji tertulis untuk melunasinya.
c. Utang jangka panjang kini
Utang jangka panjang kini yaitu jumlah utang jangka panjang yang akan jatuh tempo dalam waktu kini.
Utang wesel biasanya timbul dari kegiatan peminjaman uang dari bank. Utang ini dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Wesel jangka pendek tercantum bunga
Wesel jangka pendek ini menunjukkan secara eksplisit tingkat bunga tertentu di dalam janji tertulis tersebut.
Ilustrasi:
Pada tanggal 18 November 2004, PT. Asamku membeli sebuah mesin yang memiliki nilai pasar Rp. 1.000.000 dan mengeluarkan wesel sejumlah Rp.1.000.000 sisertai bunga 10%, wesel memutuskan jatuh tempo delapan bulan kemudian. Diketahui perusahaan menyusun laporan keuangannya 2 kali setahun, yaitu setiap tanggal 30 Juni dan 31 Desember.
Jurnalnya :
18 November 2004
Mesin Rp. 1.000.000
Utang wesel Rp. 1.000.000
(mencatat perolehan mesin dan mengelurkan wesel)
31 Desember 2004
Biaya bunga Rp. 12.500
Utang bunga Rp. 12.500
(mencatat biaya bunga yang terutang sebesar Rp.1.000.000 x 15 x 8/12 x 1/8 = Rp.12.500
30 Juni 2005
Biaya bunga Rp. 75.000
Utang bunga Rp. 75.000
(mencatat biaya bunga yang terhutang sebesar Rp. 1.000.000 x 15 x 8/12 x 6/8 = Rp.75.000
1 Juli 2005
Utang wesel Rp.1.000.000
Biaya bunga Rp.12.500
Utang bunga Rp.87.500
Kas Rp.1.100.000
(mencatat pelunasan wesel pada tanggal 1 Juli 2005)
b. Wesel jangka pendek tak tercantum bunga
Wesel jenis ini tidak mencantumkan secara eksplisit tingkat bunga wesel. Akan tetapi wesel tersebut tetap mempertimbangkan tingkat bunga yang secara implisit dimasukkan dalam nilai nominal wesel. Jika wesel ini dikeluarkan karena transaksi peminjaman akan memperoleh uang tunai sebesar nilai tunai dari nominal wesel tersebut.
Ilustrasi:
Diasumsikan bahwa pada tanggal 1 November 2004 PT. Asyamku mengeluarkan wesel, jangka waktu 1 tahun, nominal Rp.1.000.000 kepada bank dan menerima uang sebesar Rp.892.860 secara tunai. Maka tingkat bunga implisit wesel yang digunakan untuk menentukan jumlah uang yang diterima PT. Asyamku sebesar present value wesel, yaitu Rp.892.860 adalah 12%.
Jurnal:
1 Nopember 2004
Kas Rp.892.860
Diskonto utang wesel Rp.107.140
Utang wesel Rp.1.000.000
Mencatat pengeluaran wesel dan terimaan kas)

Obligasi
Utang obligasi timbul berdasarkan kontrak yang disebut dengan bond indenture. Surat ini berisi janji untuk membayar (1) sejumlah uang tertentu pada tanggal jatuh tempo. (2) bunga periodik sebesar tingkat bunga tertentu dari nilai nominal.

Akuntansi Obligasi saat dikeluarkan

1. Obligasi dijual sebesar nilai nominal (pari) pada tanggal pembayaran bunga.
Jika obligasi dijual sebesar nilai nominal pada tanggal pembayaran bunga, maka tidak ada pengakuan atas premi atau disconto.
Ilustrasi:
Pada tanggal 1 Januari 2004, PT. Asyamku mengeluarkan obligasi nominal sebesar Rp.2.000.000 jangka waktu 10 tahun. Obligasi disertai tingkat bunga nominal sebesar 10%. Bunga dibayar setiap tanggal 1 Januari dan 1 Juli.
Jurnal:
1 Januari 2004
Kas Rp.2.000.000
Utang Obligasi Rp.2.000.000
1 Juli 2004
Biaya Bunga Rp.100.000
Kas Rp.100.000
Pada tanggal 31 Desember 2004 diakui bunga yang telah menjadi kewajiban perusahaan, yaitu dengan mengkredit rekening utang bunga dan mendebit biaya bunga sebesar Rp.100.000, [10% x Rp.2.000.000 x 6/12]
Biaya bunga Rp.40.000
Utang bunga Rp.40.000
Selanjutnya pada tanggal 1 Januari 2005, saat dilakukan pembayaran bunga dicatat debit utang bunga, dan kredit kas sebesar Rp.100.000

2. Penjualan obligasi pada tingkat premi atau disconto, pada tanggal pembayaran bunga.
Berdasarkan ulustrasi diatas, obligasi dikeluarkan pada tanggal 1 Januari 2004 dijual dengan kurs 97%. Hal ini berarti penjualan obligasi dilakukan pada tingkat disconto. Jurnal yang perlu dibuat untuk mencatat penjualan obligasi diatas adalah :
Kas Rp.1.940.000
Disconto obligasi Rp. 60.000
Utang obligasi Rp.2.000.000
Disconto atau premi harus diamortisasi dan dibebankan sebagai biaya bunga selama periode beredarnya obligasi. Jika menggunakan metode garis lurus, maka pada tahun pertama disconto diamortisasi sebesar Rp.6.000 yaitu 6.000:10.
Jurnal:
Biaya bunga Rp.6.000
Disconto obligasi Rp.6.000

Saham
Modal saham terdiri atas jumlah unit atau lembar yang sangat banyak.
Tiap lembar saham disertai dengan hak tertentu yang dibatasi oleh kontrak tertentu pada saat saham dikeluarkan.

Akuntansi saat mengeluarkan saham

Ilustrasi:
Pada tanggal 1 Oktober 2004 PT. Asyamku mengeluarkan saham biasa, nilai peri Rp.1.000 dengan Rp.1.500 perlembar.
Kas Rp.1.500.000.000
Modal saham biasa Rp.1.000.000.000
Agio Saham biasa Rp. 500.000.000
Lebih lanjut tentang: Surat-Surat Berharga
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2052539-surat-surat-berharga/
Terdapat dua cara penerbitan surat berharga yaitu :
• Penerbitan secara langsung kepada investor jangka panjang seperti lembaga keuangan, atau
Penerbitan langsung ini biasanya dilakukan oleh lembaga keuangan yang memiliki kebutuhan tetap atas pinjaman dalam jumlah besar yang memilih melakukan penerbitan langsung yang lebih ekonomis dibandingkan menggunakan pialang investasi. Di Amerika perusahaan yang melakukan penerbitan surat berharga komersial secara langsung ini dapat menghemat 3 basis poin ( 1 basis poin = 1/10000%) setahunnya. Diluar Amerika imbalan jasa pialang investasi ini lebih murah.
• Penerbitan secara tidak langsung yaitu dijual kepada pialang dan pialang tersebutlah yang memperdagangkannya di pasar uang.
Bursa perdagangan surat berharga komersial ini melibatkan perusahaan-perusahaan pialang yang besar dan anak perusahaan bank dimana banyak diantaranya juga merupakan pialang pada pasar keuangan Amerika (US Treasury Securities)
[sunting] Di Indonesia
Perkembangan surat berharga komersial ini di Indonesia diawali pada tahun 1980 dimana pemerintah mengeluarkan serangkaian paket kebijakan deregulasi pada sektor riel, sektor finansial, sektor investasi dimana surat berharga komersial ini adalah merupakan salah satu bentuk pengembangan pasar finansial.[4]. Dimana selanjutnya pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/52/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 49/52/UPG yang masing-masing bertanggal 11 Agustus 1995 tentang "Persyaratan Perdagangan dan Penerbitan Surat Berharga Komersial" (Commercial Paper) melalui bank umum di Indonesia, dimana dengan adanya peraturan tersebut maka bank umum di Indonesia mempunyai pedoman yang seragam serta memiliki dasar hukum yang kuat terhadap keberadaan surat berharga komersial.
Syarat-syarat penerbitan surat berharga komersial ini dapat ditemukan pada ketentuan pasal 2 sampai dengan pasal 5 dari Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/52/KEP/DIR tanggal 11 Agustus 1995 yaitu :
Kriteria
1. Berjangka waktu paling lama 270 (dua ratus tujuh puluh) hari
2. Diterbitkan oleh perusahaan bukan bank dalam Pasal 1 angka 9 surat keputusan ini.
3. Mencantumkan
• Klausula sanggup dan kata-kata “Surat Sanggup” di dalam teksnya dan dinyatakan dalam bahasa Indonesia.
• Janji tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.
• Penetapan hari bayar
• Penetapan pembayaran
• Nama pihak yang harus menerima pembayaran atau penggantinya
• Tanggal dan tempat surat sanggup diterbitkan
• Tanda tangan penerbit
http://id.wikipedia.org/wiki/Surat_berharga_komersial
SURAT BERHARGA
Oleh H. Dodik Setiawan Nur Heriyanto, S.H.*
Istilah dan Definisi
Terdapat beberapa istilah yang identik dengan surat berharga, misalnya
negotiable instruments, negotiable papers, transferable papers, commercial papers dan waardepapieren (Bambang Setijoprodjo, 1994 : 3).
Menurut Wirjono Prodjodikoro, istilah surat-surat berharga itu terpakai untuk surat-surat yang bersifat seperti uang tunai, jadi yang dapat dipakai untuk melakukan pembayaran. Ini berarti bahwa surat-surat itu dapat diperdagangkan, agar sewaktu-waktu dapat ditukarkan dengan uang tunai atau negotiable instruments (Wirjono Prodjodikoro, 1992 : 34).
Surat berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang (Dunil Z: 2004).

Perbedaan surat berharga dan surat yang berharga
Perlu sekali dibedakan antara surat berharga dengan surat yang berharga. Adapun perbedaannya adalah sebagai berikut:
1. Surat berharga, terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda, “waarde papier” di Negara Anglo Saxon dikenal dengan isitlah “negotiable instruments”. Sedangkan surat yang mempunyai harga atau nilai, terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “papier van waarde” dalam bahasa Inggrisnya “letter of value”.
2. Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi yang berupa pembayaran sejumlah uang. Tetapi pembayaran ini tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain. Alat bayar itu berupa surat yang didalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ke tiga, atau
pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat itu (Abdulkadir Muhammad, 1984 : 4). Sedangkan surat-surat yang mempunyai harga atau nilai bukan alat pembayaran, penerbitannya tidak untuk diperjualbelikan, melainkan sekedar sebagai alat bukti diri bagi pemegang bahwa dia sebagai orang yang berhak atas apa yang disebutkan atau untuk menikmati hak yang disebutkan di dalam surat itu. Bahkan bagi
yang berhak, apabila surat bukti itu lepas dari penguasaannya, ia masih dapat memperoleh barang atau haknya itu dengan menggunakan alat bukti lain (Abdulkadir Muhammad, 1984 : 6).
3. Surat berharga itu surat tuntutan utang, pembawa hak dan mudah
diperjualbelikan (Purwosutjipto, 1994 :5), sedangkan surat yang berharga adalah surat bukti tuntutan utang yang sukar diperjualbelikan (Purwosutjipto, 1994 :6).
4. Suatu surat yang disebut sebagai surat berharga, haruslah di dalam surat itu tercantum nilai yang sama dengan nilai dari perikatan dasarnya. Perikatan dasar inilah yang menjadi causa dari diterbitkannya surat berharga. Dengan perkataan lain, bahwa sepucuk surat disebut surat berharga, karena didalam surat itu tercantum nilai yang sama dengan nilai perikatan dasarnya. Perikatan dasar antara dua orang, adalah yang menjadi sebab diterbitkannya surat berharga (Emmy Pangaribuan Simanjuntak, 1993 :29).
5. Pengertian surat berharga secara sempit hanya mencakup surat atau instrument yang berisi janji tak bersyarat dari penerbit untuk membayar sejumlah uang. Sedangkan surat atau instrument lainnya tidak dapat dikategorikan sebagai surat berharga (Bambang Setijoprodjo, 1994 :6).
6. Surat berharga adalah suatu alat bukti dari suatu tagihan atas orang yang menandatangani surat itu, tagihan mana dipindahtangankan dengan menyerahkan surat itu dan akan dilunasi sesudah surat itu diunjukkan (Velt Meijer, 1980 :11)
Dengan demikian unsur yang penting dalam surat berharga itu adalah
dapat dipindahtangankan atau diperdagangkan (negotiable) secara mudah. Oleh karena itu, semua surat yang diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang dengan sendirinya dapat dikategorikan sebagai surat berharga.
Jenis-Jenis Surat Berharga
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dalam Buku I titel 6 dan titel 7 mengatur jenis surat berharga seperti:
1. Wessel
2. Surat sanggub
3. Cek
4. Kwitansi-kwitansi dan promes atas tunjuk
5. Dan lain-lain
Sedangkan di dalam perkembangannya sekarang muncul jenis surat berharga seperti: Bilyet Giro, Travels Cheque, Credit Card, dsb.
http://dodiksetiawan.wordpress.com/2009/04/07/surat-berharga/

hukum dagang

HUKUM DAGANG
hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan dalam usahanya memperoleh keuntungan. Dapat juga dikatakan, hukum dagang adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia-manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya, dalam lapangan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7). Pengertian lain, hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan (H.M.N. Purwosutjipto, 1987 : 5).
SUMBER-SUMBER HUKUM DAGANG DAN SISTEMATIKA HUKUM DAGANG
Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1) Hukum tertulis yang dikofifikasikan :
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2) Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian, sebenarnya merupakan bagian dari hukum perdata, khususnya mengenai perikatan yang diatur dalam Burgerlijk Wetboek (BW) yang kita kenal sebagai Kitab Undang-Undang
Selain KUHD dan KUHS, hukum dagang juga diatur dalam berbagai peraturan-peraturan khusus (yang belum dikodifikasikan), misalnya :
1) Peraturan tentang koperasi :
a. Badan Hukum Eropa (Stb. 1949 / 179).
b. Badan Hukum Indonesia (Stb. 1933 / 108).
(Namun kedua peraturan tersebut sekarang sudah tidak berlaku lagi karena telah digantikan oleh Undang-Undang No. 79 tahun 1958 dan UU No. 12 Tahun 1967 tentang Koperasi ).
2) Peraturan Pailisemen (Stb. 1905 / 217 yo. Stb. 1906 / 348).
3) Undang-Undang Oktroi (Stb. 1922 / 54).
4) Peraturan Hak Milik Industri (Stb. 1912 / 545).
5) Peraturan lalu lintas (Stb. 1933 / 66 yo. 249).
6) Peraturan Maskapai Andil Indonesia (Stb. 1939 / 589 yo. 717).
7) Peraturan tentang Perusahaan Negara (Perpu No. 19 tahun 1960 yo. Undang-Undang No. 1 tahun 1961) dan UU N0. 9 tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara (Persero, Perum, Perjan) (C.S.T. Kansil, 1985 : 8-10).

Asal mula perkembangan hukum dagang dapat kita hubungkan dengan terjadinya kota-kota di Eropa Barat. Pada zaman itu di Itali dan Perancis Selatan telah lahir kota-kota pusat perdagangan. Hukum Romawi (Corpus Iuris Civilis) ternyata tidak dapat menyelesaikan seluruh perkara yang timbul di bidang perdagangan. Oleh karenanya disusun peraturan hukum baru di samping Hukum Romawi yang disebut Hukum Pedagang (Koopmansrecht). Selanjutnya pada abad ke-16 dan 17 sebagian besar kota di Perancis sudah mengadakan pengadilan istimewa khusus menyelesaukan perkara di bidang perdagangan (pengadilan pedagang).
Hukum pedagang ini mulanya belum merupakan unifikasi (berlakunya satu sistem hukum untuk seluruh daerah), karena berlakunya masih bersifat kedaerahan. Tiap-tiap daerah mempunyai hukum dagangnya sendiri. Kemudian disebabkan bertambah eratnya hubungan perdagangan antar daerah, maka pada abad ke-17 di Perancis diadakanlah kodifikasi dalam hukum pedagang. Menteri Keuangan dari Raja Louis XIV (1643-1715) yaitu Colbert membuat suatu peraturan yaitu “Ordonnance du Commerce”pada tahun 1673. Peraturan ini mengatur hukum pedagang itu sebagai hukum untuk golongan tertentu yaitu kaum pedagang.
Ordonnance du Commerce ini pada tahun 1681 disusul dengan suatu peraturan lain yaitu “Ordonnance de la Marine”yang mengatur hukum perdagangan laut (untuk pedagang kota pelabuhan). Selanjutnya pada tahun 1807 di Perancis selain terdapat Code Civil des Francais yang mengatur Hukum Perdata Perancis, telah dibuat juga Kitab UU Hukum Dagang sendiri yaitu Code de Commerce yang didasarkan dari Ordonnance du Commerce dan Ordonnance de la Marine. Dengan demikian pada tahun 1807 di Perancis terdapat Hukum Dagang yang dikodifikasikan dalam Code de Commerce dan dipisahkan dari hukum Perdata yang dikodifikasikan dalam Code Civil.
Kemudian kodifikasi hukum Perancis tersebut tahun 1807 dinyatakan berlaku juga di Nederland sampai tahun 1838. Pada saat itu pemerintah Nederland menginginkan adanya Hukum Dagang sendiri. Dalam usul KUHD Belanda dari tahun 1819 direncanakan sebuah KUHD yang terdiri atas 3 Kitab, tetapi di dalamnya tidak mengakui lagi pengadilan istimewa yang menyelesaikan perkara-perkara yang timbul di bidang perdagangan. Perkara-perkara dagang diselesaikan di muka pengadilan biasa. Usul KUHD Belanda inilah yang kemudian disahkan menjadi KUHD Belanda tahun 1838. Akhirnya berdasarkan asas konkordansi pula, KUHD Nederland 1838 ini kemudian menjadi contoh bagi pembuatan KUHD di Indonesia. Pada tahun 1893 UU Kepailitan dirancang untuk menggantikan Buku III dari KUHD Nederland dan UU Kepailitan mulai berlaku pada tahun 1896. (C.S.T. Kansil, 1985 : 11-14).
KUHD Indonesia diumumkan dengan publikasi tanggal 30 April 1847 (S. 1847-23), yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848. KUHD Indonesia itu hanya turunan belaka dari “Wetboek van Koophandel” dari Belanda yang dibuat atas dasar asas konkordansi (pasal 131 I.S.). Wetboek van Koophandel Belanda itu berlaku mulai tanggal 1 Oktober 1838 dan 1 Januari di Limburg. Selanjutnya Wetboek van Koophandel Belanda itu juga mangambil dari “Code du Commerce” Perancis tahun 1808, tetapi anehnya tidak semua lembaga hukum yang diatur dalam Code du Commerce Perancis itu diambil alih oleh Wetboek van Koophandel Belanda. Ada beberapa hal yang tidak diambil, misalnya mengenai peradilan khusus tentang perselisihan-perselisihan dalam lapangan perniagaan (speciale handelsrechtbanken)(H.M.N.Purwosutjipto, 1987 : 9).
Pada tahun 1906 Kitab III KUHD Indonesia diganti dengan Peraturan Kepailitan yang berdiri sendiri di luar KUHD. Sehingga sejak tahun 1906 indonesia hanya memiliki 2 Kitab KUHD saja, yaitu Kitab I dan Kitab I (C.S.T. Kansil, 1985 : 14). Karena asas konkordansi juga maka pada 1 Mei 1948 di Indonesia diadakan KUHS. Adapun KUHS Indonesia ini berasal dari KUHS Nederland yang dikodifikasikan pada 5 Juli 1830 dan mulai berlaku di Nederland pada 31 Desember 1830. KUHS Belanda ini berasal dari KUHD Perancis (Code Civil) dan Code Civil ini bersumber pula pada kodifikasi Hukum Romawi “Corpus Iuris Civilis” dari Kaisar Justinianus (527-565) (C.S.T. Kansil, 1985 : 10).
http://ayukusumawardani.blogspot.com/2008/12/sistem-hukum-indonesia.html
Hukum Dagang juga sebagai bagian dari Hukum Perdata maka sebaiknyalah sebelum mempelajari Hukum Dagang juga dipelajari lebih dahulu apa itu Hukum Perdata.
Memang menurut sistematik yang ada pada Hukum Perdata maka Hukum Dagang adalah merupakan bagian dari Hukum Perdata yakni Hukum Dagang terletak di dalam Hukum Perikatan. Oleh karena itu pengertian Hukum Dagang adalah Hukum Perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.
Karena Hukum Dagang merupakan juga Hukum Perikatan, maka untuk mempelajari Hukum Dagang diperlukan juga pengetahuan mengenai Hukum Perikatan, Secara tradisional maka di dalam Hukum Dagang juga terdapat beberapa cabang hukum, misalnya hukum perusahaan, hukum angkutan, hukum jual beli perusahaan, hak milik intelektual, hukum asuransi. Dan masing-masing cabang hukum tersebut juga masih dapat dibedakan lagi. Pada dewasa ini ruang lingkup Hukum Dagang itu sendiri menjadi lebih luas lagi, misalnya dengan adanya PMA dan PMDN, Leasing, Kadin, Perbankan. Pasar Modal dan sebagainya.
Tidak hanya itu pada masa sekarang ini salah satu cabang dari Hukum Dagang, misalnya Hukum Asuransi juga semakin berkembang jenis dan ruang lingkupnya, misalnya adanya Jamsostek. demikian juga di dalam Hukum Surat Berharga sekarang jenis dan ruang lingkupnya menjadi semakin bertambah atau semakin luas, misalnya dengan adanya ATM (kartu plastik) dan sebagainya.
Di lain pihak Hukum Dagang yang ada di Indonesia yang nota bene merupakan warisan kolonial yang tentu saja sudah sangat ketinggalan jaman dengan ada era perdagangan bebas nanti apabila kita tidak seqara melakukan pembenahan-pembenahan tentu saja akan menjadi amat sangat ketinggalan jaman.
Tantangan yang dihadapi sekarang adalah bagaimana agar supaya Hukum Dagang yang sekarang ada ini dapat dipakai sebagai sarana atau rambu-rambu hukum di bidang perdagangan era abad 21.
Dan tidak hanya itu Hukum Dagang yang digunakan di Indonesia juga merupakan hukum yang berkiblat ke hukum Belanda. Sedangkan pada era globalisasi nanti Hukum Dagang kita akan semakin tinggi frekuensinya untuk bersinggungan dengan hukum lain misalnya hukum negara tetangga dan bahkan juga hukum yang berkiblat kepada hukum Inggris.
Oleh karena itu dalam hal ini kita juga perlu memikirkan bagaimana supaya hukum kita tetap bisa eksis dan wibawa hukum kita tetap dapat dijaga pada masa yang akan datang.
Sebagai contoh misalnya dalam hal sistim pengangkutan kini dikenal sistim pengangkutan Multimoda dan di dalam hal Surat Berharga kini dikenal juga adanya bermacam-macam produk dari dunia perbankan misalnya kartu plastik dan sejenisnya yang kesemuanya tersebut di atas nampaknya pengaturannya belumlah mantap atau barangkali belum ada sama sekali. Apabila kita tidak segera melakukan pengaturan, terhadap hal-hal baru tersebut maka tentu saja pada gilirannya masyarakat yang menjadi korbannya apalagi mengingat bahwa hal-hal tersebut di atas konon berasal dari neqara yang berkiblat hukum kepada hukum Inggris, hal tentu saja akan semakin meruwetkan masalah. Oleh karena itu pembaharuan Hukum Nasional secara total dan dalam tempo yang secepat mungkin harus dilakukan menjadi sangat mutlak, mengingat abad 21 sudah diambang pintu.
http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=k&id=33603