SAP M.1 “Pendahuluan Etika Sebagai Tinjauan”
Apa itu etika ? sama kah etika
dengan etiket ? Etika
(Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak
kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan
moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk
jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang
dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal
tindakan yang buruk. Sedangkan Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu
diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik. Dari pengertian antara etika
dengan etiket terdapat perbedaan menurut K. Bertens dalam bukunya yang berjudul
“Etika” (2000) ada 4 macam yaitu :
1. Etiket menyangkut cara
(tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Misal : Ketika saya
menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus menyerahkannya dengan
menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka
saya dianggap melanggar etiket.
Etika
menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi norma dari
perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang milik orang lain tanpa
izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan
mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini tidak
dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan
kiri.
2. Etiket hanya berlaku
dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar kita).
Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka
etiket tidak berlaku. Misal : Saya sedang makan bersama bersama teman sambil
meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket.
Tetapi kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya
tidak melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian.
Etika
selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Misal:
Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang lain. Atau
barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan meskipun si punya barang sudah
lupa.
3. Etiket bersifat relatif.
Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam
kebudayaan lain. Misal : makan dengan tangan atau bersendawa waktu makan.
Etika bersifat absolut. “Jangan mencuri”, “Jangan
membunuh” merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.
4. Etiket memandang manusia
dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada etiket bisa juga bersifat
munafik. Misal : Bisa saja orang tampi sebagai “manusia berbulu ayam”, dari
luar sangan sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan.
Etika
memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat
munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik.
Dalam peradaban sejarah manusia
sejak abad keempat sebelum Masehi para pemikir telah mencoba menjabarkan
berbagai corak landasan etika sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Para pemikir
itu telah mengidentifikasi sedikitnya terdapat ratusan macam ide agung (great
ideas). Seluruh gagasan atau ide agung tersebut dapat diringkas menjadi 6 prinsip-prinsip etika yaitu :
1. Prinsip Keindahan
Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip ini, manusia memperhatikan nilai-nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang indah dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan sebagainya sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja.
Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip ini, manusia memperhatikan nilai-nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang indah dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan sebagainya sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja.
2. Prinsip Persamaan
Setiap manusia pada hakikatnya memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai bidang lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskrminatif atas dasar apapun.
Setiap manusia pada hakikatnya memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai bidang lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskrminatif atas dasar apapun.
3. Prinsip Kebaikan
Prinsip ini mendasari perilaku individu untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat- menghormati, kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya. Manusia pada hakikatnya selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik dia akan dapat diterima oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan kebaikan bagi masyarakat.
Prinsip ini mendasari perilaku individu untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat- menghormati, kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya. Manusia pada hakikatnya selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik dia akan dapat diterima oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan kebaikan bagi masyarakat.
4. Prinsip Keadilan
Pengertian keadilan adalah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya mereka peroleh. Oleh karena itu, prinsip ini mendasari seseorang untuk bertindak adil dan proporsional serta tidak mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain.
Pengertian keadilan adalah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya mereka peroleh. Oleh karena itu, prinsip ini mendasari seseorang untuk bertindak adil dan proporsional serta tidak mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain.
5. Prinsip Kebebasan
Kebebasan dapat diartikan sebagai keleluasaan individu untuk bertindak atau tidak bertindak sesuai dengan pilihannya sendiri. Dalam prinsip kehidupan dan hak asasi manusia, setiap manusia mempunyai hak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri sepanjang tidak merugikan atau mengganggu hak-hak orang lain. Oleh karena itu, setiap kebebasan harus diikuti dengan tanggung jawab sehingga manusia tidak melakukan tindakan yang semena-mena kepada orang lain. Untuk itu kebebasan individu disini diartikan sebagai:
1. kemampuan untuk berbuat sesuatu atau menentukan pilihan
2. kemampuan yang memungkinkan manusia untuk melaksana-kan
pilihannya tersebut
3. kemampuan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Kebebasan dapat diartikan sebagai keleluasaan individu untuk bertindak atau tidak bertindak sesuai dengan pilihannya sendiri. Dalam prinsip kehidupan dan hak asasi manusia, setiap manusia mempunyai hak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri sepanjang tidak merugikan atau mengganggu hak-hak orang lain. Oleh karena itu, setiap kebebasan harus diikuti dengan tanggung jawab sehingga manusia tidak melakukan tindakan yang semena-mena kepada orang lain. Untuk itu kebebasan individu disini diartikan sebagai:
1. kemampuan untuk berbuat sesuatu atau menentukan pilihan
2. kemampuan yang memungkinkan manusia untuk melaksana-kan
pilihannya tersebut
3. kemampuan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
6. Prinsip Kebenaran
Kebenaran biasanya digunakan dalam logika keilmuan yang muncul dari hasil pemikiran yang logis/rasional. Kebenaran harus dapat dibuktikan dan ditunjukkan agar kebenaran itu dapat diyakini oleh individu dan masyarakat. Tidak setiap kebenaran dapat diterima sebagai suatu kebenaran apabila belum dapat dibuktikan.
Kebenaran biasanya digunakan dalam logika keilmuan yang muncul dari hasil pemikiran yang logis/rasional. Kebenaran harus dapat dibuktikan dan ditunjukkan agar kebenaran itu dapat diyakini oleh individu dan masyarakat. Tidak setiap kebenaran dapat diterima sebagai suatu kebenaran apabila belum dapat dibuktikan.
Basis
Teori Etika
1.
Etika
Teleologi
Teleologi berasal dari akar kata Yunani telos,
yang berarti akhir, tujuan, maksud, dan logos, perkataan.
Teleologi adalah ajaran yang menerangkan segala sesuatu dan segala kejadian
menuju pada tujuan tertentu. Istilah teleologi dikemukakan oleh Christian
Wolff, seorang filsuf Jerman abad
ke-18. Teleologi merupakan
sebuah studi tentang gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan, rancangan,
tujuan, akhir, maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini
dicapai dalam suatu proses perkembangan. Dalam arti umum, teleologi merupakan
sebuah studi filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan di alam
maupun dalam sejarah. Dalam bidang lain, teleologi merupakan ajaran
filosofis-religius tentang eksistensi tujuan dan “kebijaksanaan” objektif di
luar manusia.
Dalam dunia etika,
teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya
suatu tindakan dilakukan , Teleologi mengerti benar mana yang benar, dan mana
yang salah, tetapi itu bukan ukuran yang terakhir.Yang lebih penting adalah
tujuan dan akibat.Betapapun salahnya sebuah tindakan menurut hukum, tetapi jika
itu bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu dinilai baik.Ajaran
teleologis dapat menimbulkan bahaya menghalalkan segala cara. Dengan demikian
tujuan yang baik harus diikuti dengan tindakan yang benar menurut
hukum.Perbincangan “baik” dan “jahat” harus diimbangi dengan “benar” dan
“salah”. Lebih mendalam lagi, ajaran teleologis ini dapat menciptakan
hedonisme, ketika “yang baik” itu dipersempit menjadi “yang baik bagi diri sendiri.
·
Egoisme Etis
Inti
pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya
bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri.
Contoh
: (mungkin masih ada) para petinggi politik yang saling berebut kursi
“kekuasaan” dengan melakukan berbagai cara yang bertujuan bahwa dia harus
mendapatkannya.
·
Utilitarianisme
berasal dari bahasa latin utilis yang
berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika
membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua
orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Contoh
: melakukan kerja bakti yang di adakan di lingkungan sekitar, sebagai upaya untuk
kebersihan lingkungan dan membuat tempat tersebut juga jadi nyaman dan sehat
untuk masyarakatnya.
2.
Deontologi
Paradigma teori deontologi saham
berbeda dengan paham egoisme dan utilitarianisme, yang keduanya sama-sama
menilai baik buruknya suatu tindakan memberikan manfaat entah untuk individu
(egoisme) atau untuk banyak orang/kelompok masyarakat (utilitarianisme), maka
tindakan itu dikatakan etis. Sebaliknya, jika akibat suatu tindakan merugikan
individu atau sebagian besar kelompok masyarakat, maka tindakan tersebut
dikatakan tidak etis. Teori yang menilai suatu tindakan berdasarkan hasil,
konsekuensi, atau tujuan dari tindakan tersebut disebut teori teleologi Sangat
berbeda dengan paham teleologi yang menilai etis atau tidaknya suatu tindakan
berdasarkan hasil, tujuan, atau konsekuensi dari tindakan tersebut, paham
deontologi justru mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada
kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi, atau akibat dari tindakan
tersebut. Konsekuensi suatu tindakan tidak boleh menjdi pertimbangan untuk
menilai etis atau tidaknya suatu tindakan.
3.
Teori
Hak
Suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan
atau tindakan tersebut sesuai dengan HAM. Menurut Bentens (200), teori hak
merupakan suatu aspek dari deontologi (teori kewajiban) karena hak tidak dapat
dipisahkan dengan kewajiban. Bila suatu tindakan merupakan hak bagi seseorang,
maka sebenarnya tindakan yang sama merupakan kewajiban bagi orang lain. Teori
hak sebenarnya didasarkan atas asumsi bahwa manusia mempunyai martabat dan
semua manusia mempunyai martabat yang sama.
Teori
hak atau yang lebih dikenal dengan prinsip-prinsip HAM mulai banyak mendapat
dukungan masyarakat dunia termasuk dari PBB. Piagam PBB sendiri merupakan salah
satu sumber hukum penting untuk penegakan HAM. Dalam Piagam PBB disebutkan
ketentuan umum tentang hak dan kemerdekaan setiap orang. PBB telah
mendeklarasikan prinsip-prinsip HAM universal pada tahun 1948, yang lebih
dikenal dengan nama Universal Declaration of Human Rights.
(UdoHR). Diaharapkan semua negara di dunia dapat menggunakan UdoHR sebagai
dasar bagi penegakan HAM dan pembuatan berbagai undang-undang/peraturan yang
berkaitan dengan penegakan HAM. Pada intinya dalam UdoHR diatur hak-hak
kemanusiaan, antara lain mengenai kehidupan, kebebasan dan keamanan, kebebasan
dari penahanan, peangkapan dan pengasingan sewenang-wenang, hak memperoleh
memperoleh peradilan umum yang bebas, independen dan tidak memihak, kebebasan
dalam mengeluarkan pendapat, menganut agama, menentukan sesuatu yang baik atau
buruk menurut nuraninya, serta kebebasan untuk berkelompok secara damai.
4.
Teori
Keutamaan (Virtue Theory)
Teori keutamaan berangkat dari
manusianya (Bertens, 2000). Teori keutamaan tidak menanyakan tindakan mana yang
etis dan tindakan mana yang tidak etis. Teori ini tidak lagi mempertanyakan
suatu tindakan, tetapi berangkat dari pertanyaan mengenai sifat-sifat atau
karakter yang harus dimiliki oleh seseorang agar bisa disebut sebagai manusia
utama, dan sifat-sifat atau karakter yang mencerminkan manusia hina.
Karakter/sifat utama dapat didefinisikan sebagai disposisi sifat/watak yang
telah melekat/dimiliki oleh seseorang dan memungkinkan dia untuk selalu
bertingkah laku yang secara moral dinilai baik. Mereka yang selalu melakukan
tingkah laku buruk secar amoral disebut manusia hina. Bertens (200) memberikan
contoh sifat keutamaan, antara lain: kebijaksanaan, keadilan, dan kerendahan
hati. Sedangkan untuk pelaku bisnis, sifat utama yang perlu dimiliki antara
lain: kejujuran, kewajaran (fairness), kepercayaan dan keuletan.
5.
Teori
Etika Teonom
Sebagaimana dianut oleh semua penganut agama di dunia bahwa
ada tujuan akhir yang ingin dicapai umat manusia selain tujuan yang bersifat
duniawi, yaitu untuk memperoleh kebahagiaan surgawi. Teori etika teonom dilandasi
oleh filsafat kristen, yang mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan
secara hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan kehendak Allah. Perilaku
manusia secara moral dianggap baik jika sepadan dengan kehendak Allah, dan
perilaku manusia dianggap tidak baik bila tidak mengikuti aturan/perintah Allah
sebagaimana dituangkan dalam kitab suci. Sebagaimana teori etika yang
memperkenalkan konsep kewajiban tak bersyarat diperlukan untuk mencapai tujuan
tertinggi yang bersifat mutlak. Kelemahan teori etika Kant teletak pada
pengabaian adanya tujuan mutlak, tujuan tertinggi yang harus dicapai umat
manusia, walaupun ia memperkenalkan etika kewajiban mutlak. Moralitas dikatakan
bersifat mutlak hanya bila moralitas itu dikatakan dengan tujuan tertinggi umat
manusia. Segala sesuatu yang bersifat mutlak tidak dapat diperdebatkan dengan
pendekatan rasional karena semua yang bersifat mutlak melampaui tingkat
kecerdasan rasional yang dimiliki manusia.
Egoisme
Rachels
(2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme. Pertama,
egoisme psikologis, adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan
manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (self servis). Menurut
teori ini, orang boleh saja yakin ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan
suka berkorban, namun semua tindakan yang terkesan luhur dan/ atau tindakan
yang suka berkorban tersebut hanyalah sebuah ilusi. Pada kenyataannya, setiap
orang hanya peduli pada dirinya sendiri. Menurut teori ini, tidak ada tindakan
yang sesungguhnya bersifat altruisme, yaitu suatu tindakan yang peduli
pada orang lain atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan
kepentingan dirinya. Kedua, egoisme etis, adalah tindakan yang dilandasi oleh
kepentingan diri sendiri (self-interest).
Tindakan
berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang
lain, sedangkan tindakan mementingkan diri sendiri tidak selalu merugikan
kepentingan orang lain. Berikut adalah pokok-pokok pandangan egoisme etis:
a.
Egoisme etis tidak mengatakan bahwa orang harus membela kepentingannya sendiri
maupun kepentingan orang lain.
b.
Egoisme etis hanya berkeyakinan bahwa satu-satunya tugas adalah kepentingan
diri.
c.
Meski egois etis berkeyakinan bahwa satu-satunya tugas adalah membela
kepentingan diri, tetapi egoisme etis juga tidak mengatakan bahwa anda harus
menghindari tindakan menolong orang lain.
d.
Menurut paham egoisme etis, tindakan menolong orang lain dianggap sebagai
tindakan untuk menolong diri sendiri karena mungkin saja kepentingan orang lain
tersebut bertautan dengan kepentingan diri sehingga dalam menolong orang lain
sebenarnya juga dalam rangka memenuhi kepentingan diri.
e.
Inti dari paham egoisme etis adalah apabila ada tindakan yang menguntungkan
orang lain, maka keuntungan bagi orang lain ini bukanlah alasan yang membuat
tindakan itu benar. Yang membuat tindakan itu benar adalah kenyataan bahwa
tindakan itu menguntungkan diri sendiri.
Alasan
yang mendukung teori egoisme:
a. Argumen
bahwa altruisme adalah tindakan menghancurkan diri sendiri. Tindakan peduli
terhadap orang lain merupakan gangguan ofensif bagi kepentingan sendiri. Cinta
kasih kepada orang lain juga akan merendahkan martabat dan kehormatan orang
tersebut.
b. Pandangan
terhadap kepentingan diri adalah pandangan yang paling sesuai dengan moralitas
akal sehat. Pada akhirnya semua tindakan dapat dijelaskan dari prinsip
fundamental kepentingan diri.
Alasan
yang menentang teori egoisme etis:
a. Egoisme
etis tidak mampu memecahkan konflik-konflik kepentingan. Kita memerlukan aturan
moral karena dalam kenyataannya sering kali dijumpai kepentingan-kepentingan
yang bertabrakan
b. Egoisme
etis bersifat sewenang-wenang. Egoisme etis dapat dijadikan sebagai pembenaran
atas timbulnya rasisme.
Sumber
Penulisan :
staff.uny.ac.id/sites/default/files/...%20S.E./TEORI%20ETIKA.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar